2. TEORI LEMPENG TEKTONIK
Pengertian lempeng tektonik
Apa itu lempeng tektonik? Lempeng-lempeng tektonik adalah bagian kerak bumi yang di bawahnya disokong oleh magma. Lempeng ini berada di wilayah dasar gunung api. Ketika lempeng ini bergerak naik, turun dan bergeser, gerakannya akan mengakibatkan perubahan pada bentuk kulit bumi. Perubahan bentuk serta pergerakan yang terjadi ini disebut gempa bumi.
Lantas, kenapa lempeng ini dapat bergerak? Sebab ada yang menggerakannya, yakni tenaga lempeng. Tenaga ini mendorong lempeng-lempeng untuk berbgerak bebas sehingga terjadi tumbukan, gesekan atau pemisahan lempeng. Kita bisa memahami deskripsi pergerakan melalui teori lempeng tektonik.
Teori Lempeng Tektonik
Bagaimana kemunculan teori lempeng tektonik? Teori lempeng tektonik disampaikan oleh seorang ahli meteorologi dan geologi dari Jerman, bernama Alfred Lothar Wagener. Ia menyampaikannya lewat bukunya berjudul “The Origin of Continents an Oceans” (1915).
Dalam buku tersebut, disampaikan bahwa benua yang padat ini sesungguhnya terapung dan bergerak di atas massa yang relatif lembek, yang disebut continental drift. Teori ini disebut sebagai teori pengapungan kontinen. Dalam teori ini dinyatakan bahwa kerak bumi tidaklah bersifat permanen, melainkan bergerak secara mengapung.
Hasil pengamatannya juga menunjukkan bahwa beberapa bagian benua di bumi ini memiliki kesamaan bentuk pantai, di antara satu benua dengan benua lain. Selain itu, ada juga kesamaan geologi serta kesamaan makhluk yang hidup di pantai seberang.
Teori ini mulai dipopulerkan sekitaran awal abad ke 20. Pada awalnya, teori ini tidak langsung diterima oleh para ahli. Muncul berbagai perdebatan sengit dalam beberapa tahun. Sebagian besar ahli ilmu bumi menolak ide atau teori ini.
Selama periode tahun 1950-an hingga 1960-an, muncul berbagai bukti yang ditemukan mendukung teori tersebut. Perkembangan teknologi pesat memungkinkan dilakukannya pemetaan pada lantai samudera. Ditambah lagi, muncul data-data mengenai aktivitas seismik serta medan magnit bumi.
Bukti-bukti ini membuat teori pengapungan kontinen kembali disinggung dan dianalisis. Butuh waktu hampir setengah abad bagi para pakar geologi untuk membuktikan dan menerima teori ini. Tahun 1968 teori tentang kontinen yang mengapung ini pun berhasil diterima oleh para ahli secara luas, dan selanjutnya disebut sebagai “Teori Tektonik Lempeng” (Plate Tectonics).
Apa isi dari teori tektonik lempeng? Teori ini menyampaikan bahwa pada bagian luar bumi (litosfer), terdapat sekitar 20 segmen padat yang disebut lempeng. Lempeng yang paling besar di antara semua lempeng tersebut adalah lempeng Pasifik. Lempeng Pasifik menempati sebagian besar lautan, kecuali hanya pada sebagian kecil di Amerika Utara (meliputi Kalifornia bagian Baratdaya dan Semenanjung Baja).
Litosfer berada di atas zona atau material yang lebih lemah dan lebih panas, atau yang dinamakan sebagai astenosfer. Jadi, lempeng-lempeng litosfer yang bersifat padat ini dilapisbawahi material yang bersifat lebih “plastis”. Ketebalan lempeng-lempeng litosfer ini berhubungan dengan sifat material kerak bumi yang menutupinya.
Lempeng-lempeng samudera yang bersifat lebih tipis memiliki variasi ketebalan antara 80 sampai 100 km, sedangkan lempeng atau blok kontinen memiliki ketebalan antara 100 km atau lebih. Di beberapa daerah, ketebalan blok kontinen bisa mencapai 400 km.
Jadi, inti teori lempeng tektonik adalah kerak Bumi sejatinya terdiri dari lempengan-lempengan besar yang seolah-olah mengapung dan bergerak pada lapisan inti Bumi yang lebih cair. Hingga kini, teori lempeng tektonik dianggap relevan dalam menjelaskan berbagai peristiwa geologis yang terjadi, seperti peristiwa gempa bumi, tsunami, serta meletusnya gunung berapi, dan juga tentang bagaimana terbentuknya gunung, benua, dan samudra. Teori ini juga membuktikan bahwa benua-benua selalu bergeser. Ini adalah salah satu prinsip utama teori tektonik lempeng, yakni tiap-tiap lempeng dapat bergerak-gerak sebagai satu unit terhadap unit lempeng lain.
Lempengan-lempengan kulit bumi bisa bergerak karena adanya pengaruh arus konveksi (perpindahan panas disertai perpindahan zat perantaranya) yang terjadi di lapisan astenosfer. Gerak lempengan tektonik ini dapat kita bedakan menjadi tiga macam yakni:
a. Konvergensi
Konvergensi yakni gerakan dimana antara dua lempeng menjadi semakin dekat sehingga dapat terjadi suatu tumbukan. Tumbukan ini dapat mengakibatkan lempeng yang satu akan menujam menuju bawah lempengan yang lain. Fenomena tumbukan ini dapat terjadi pada lempengan benua dan lempengan samudra.
Bila tumbukan ini terjadi antara dua lempeng tektonik benua, maka daerah atau zona terjadinya tumbukan ini kita namakan sebagai zona konvergen (batas lempeng destruktif). Misalnya pertemuan antara lempeng Indonesia-Australia dengan lempeng Eurasia dimana zona ini kemudian menghasilkan sebuah jalur gunung api di Sumatra, jalur yang menunjam di selatan Pulau Jawa dan Nusa Tenggara, serta berbagai cekungan-cekungan di Pulau Sumatera dan Pulau Jawa.
b. Divergensi
Divergensi yakni gerakan dimana antara dua lempeng menjadi semakin menjauh. Daerah antara dua lempengan yang saling menjauh ini nantinya akan diisi dengan lempengan yang baru. Nah, daerah atau zona ini dinamakan sebagai zona divergen atau zona sebar pisah. Selain itu juga dinamakan dengan istilah lain yaitu zona batas lempeng konstruktif. Efek adanya gerakan ini, misalnya munculnya gunung berapi di pungguh tengah samudera Pasifik dan benua Afrika.
c. Sesar Mendatar atau Transform
Gerakan sesar mendatar yakni gerakan antara dua lempeng yang saling mendekat, tapi tidak bertumbukan. Pada kejadian ini, yang ada hanya gesekan antara dua lempengan tersebut sehingga sering kali muncul gempa bumi berkekuatan besar.
Adapun zona tempat lempengan ini saling bergesekan dinamakan sebagai zona transform atau batas menggunting (shear boundaries). Efek adanya gerakan ini dapat kita lihat pada fenomena terbentuknya Sesar San Andreas (patahan) yang membentang dari San Francisco sampai ke Los Angeles.
No comments:
Post a Comment